Langsung ke konten utama

Senjata Makan Tuan


Suatu hari, ada seorang anak SD bertanya kepada ayahnya mengenai apa itu politik.
“Pak, politik itu apa sih?” Tanya Tono kepada bapaknya.
“Duh Nak, pertanyaanmu terlalu berat untuk anak seusiamu,” Jawab bapakTono.
“Tapi Tono pengen tau Pak.” Tanya Tono kembali.
“Yaudah begini saja, bapak coba jelaskan sedikit dengan bahasa yang mudah dimengerti” Jawab si bapak sambil mengusap-mengusap rambut Tono
“Nah, gitu dong Pak” Tutur Tono sambil tersenyum.

“Bapak kan kepala keluarga yang tugasnya mencari nafkah, dimisalkan bapak ini kapitalisme. Kalo ibumu itu mengatur keuangan untuk keluarga, diibaratkan ibumu itu pemerintah. Kapitalisme dan pemerintah, jadi bapak dan ibumu tugasnya memenuhi kebutuhanmu sebagai anak, dan bapak mengibaratkan kamu ini rakyat. Nah, bi Inem pembantu kita, bapak umpamakan sebagai buruh dan adikmu yang masih kecil itu bapak anggap masa depan. Jadi kalo diibaratkan politik itu seperti itu. Sekarang coba kamu pikirkan sendiri, coba hubungkan dengan kehidupan kita sehari-hari biar Tono bisa tau apa itu politik." Sambung si-bapak 

"Ok deh Pak, makasih." (masuk kamar lalu memikirkan perkataan bapaknya tadi)

Saat tengah malam, Tono mendengar adiknya menangis. Ia langsung terbangun lalu pergi ke kamar adiknya, ternyata adiknya ngompol. Tono kemudian pergi ke kamar orang tuanya, tetapi ia hanya melihat ibunya yang sedang tidur nyenyak. Karena tak ingin mengganggu ibunya, ia lalu pergi ke kamar pembantunya.

Sesampainya di depan kamar pembantu, ia mendapati bahwa kamar itu terkunci. Tidak kehabisan akal, Anton pun mengintip melalui lubang kunci. Betapa kagetnya saat ia melihat ayahnya sedang tidur dengan pembantunya. Akhirnya Tono pun mengganti popok adiknya meski dengan susah payah. Setelah itu Tono pergi ke kamar dan melanjutkan tidurnya.

Keesokan harinya...

"Pak, Tono sudah paham apa itu politik!"
"Pinter, akhirnya kamu tahu apa itu politik, padahal bapak baru kasih tau sedikit aja. Sekarang coba jelaskan apa itu politik menurutmu?" Tanya bapak Tono
"Ketika kapitalisme menekan dan mengintimidasi buruh, pemerintah hanya tertidur tak bisa berbuat apa-apa, sementara rakyat pun hanya bisa menjadi penonton dan bingung memikirkan masa depan. Maaf Pak. Tono menjelaskannya pake bahasa politik, karena nggak mau pemerintah kecewa sama keberadaan kapitalisme di rumah ini" Cakap Tono sambil berjalan meninggalkan bapaknya.

Betapa kagetnya bapak Tono mendengarkan perkataan anaknya. Akhirnya kapitalisme runtuh seketika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bicara Kopi

Aku menyeduhnya dengan filosofiku sendiri Setiap butirnya tersemat banyak rasa Malam ini amarahku mendominasi rasa itu Kopi hitam tanpa gula Rasa hambar yang tidak sama sekali enak Begitu orang awam menyebutnya, namun Bagiku tidak, kopi lebih dari itu  Kopi banyak menolongku Sekarang aku sedang dikedai kopi Kata ia yang kuajak bercengkrama "lagi pahit ditambah pahit" Wajar saja, ia hanya tidak tahu Sebenarnya memang begitu cara mengkonsumsi kopi Jika manis, untuk apa susah-susah meraciknya Tinggal buka lalu seduh, selesai. Kopi bukan sekadar minuman Perlu mencintainya untuk mendapatkan rasa terenak Jika tidak menggunakan filosofi, kau akan menilai itu biasa saja. Namun saat kau tahu bagaimana cara mengeksekusinya Aku yakin kau tidak lagi bisa mengelak, kopi bisa mencanduimu.

Teruntuk Wanita Berkerudung Jingga

Selamat senja, wanita berkerudung jingga Sedang apa kau sekarang Yang jelas tidak sedang memikirkanku bukan Itu memang bukan tugasmu, tetapi kewajibanku Wanita berkerudung jingga Aku senang melihatmu dalam diam Jangan menoleh jika sedang kutatap Aku hanya takut kau tidak merasa nyaman Wanita berkerudung jingga Hatiku juga sukar berkata rindu Tidak tahu, sungguh Rindu apa yang selalu memikirkanmu Namun aku senang, kuharap kau juga begitu Wanita berkerudung jingga Aku ingin bertemu ibumu Tapi takut untuk menatapnya Pasti wajahnya tak jauh indahnya sepertimu Wanita berkerudung jingga Sepertinya Guru ngajiku salah Awalnya dulu aku percaya Ia bilang bidadari hanya ada disurga Lantas kau apa? Apakah Allah salah menempatkanmu?