Langsung ke konten utama

Life Is Better With Friends


Liburan kali ini agaknya sedikit berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bukan tidak mudik ke kampung halaman, kalau itu memang sudah mejadi tradisi wajib bagiku dan keluarga bahkan sebagian besar orang ‘yang memiliki kampung’.

Kali ini aku tidak akan membahas mengenai perjalanan, karena itu sudah terlalu sering saya ceritakan. Jika ada dari kalian yang belum tahu mengenai perjalanan dari ceritaku, itu sama saja dengan pengalaman orang-orang kebanyakan. Hanya saja mungkin kampung kita yang berbeda. Oke, lanjut.

Mendekati bulan puasa tiba, teman-teman SMP-ku berencana akan mengadakan buka puasa bersama. Kita semua membahasnya di grup whatsap. Awalnya aku sedikit ragu bisa ikut bukber tahun ini, sebab kepulanganku belum ditentukan kapan. Akhirnya aku pun hanya menyimak pembicaraan mereka dengan sesekali ikut menimbrung, walaupun sekadar memberi emoticon. Dari pembicaraan itu, mereka telah sepakat mengenai waktu dan tempat.

Jika tidak salah, bukber akan dilaksanakan saat 15 hari puasa. Perasaan tidak enak langsung datang kepadaku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta maaf jika nantinya tidak bisa hadir. Karena memang aku masih berada di Jakarta dan belum tahu juga kapan akan pulang. Mereka menyuruhku untuk pulang lebih awal, sebab acara ini hanya sekali dalam setahun. Lalu temanku yang bernama Syaiful tetiba mengirim pesan singkat dengan kata bijak yang seolah menjadi penengah, haha. “Youwis bro, kalau emang tidak bisa pada hari itu tidak apa-apa, kita undur sampai kamu pulang. Kira-kira kapan?” begitu perkataannya melalui voice note.

Oh iya, Syaiful ini adalah sahabatku. Cerita tentang dia, saat dahulu masih satu kelas dengannya. Kita adalah murid yang bisa dibilang paling nakal bersama dengan tiga temanku lainnya Erik, Hamdan, dan Nanda. Dari mulai bolos ke kantin saat jam pelajaran, merokok di kelas, hingga berantem dengan guru, menjadi bukti kenakalan kita pada saat itu. Memang pengalaman paling buruk dan tidak pantas untuk ditiru, tidak ada yang perlu dibanggakan dari kejadian itu.


Mengenai Syaiful, ada satu cerita menarik yang tidak orang lain tahu mengenai pertemanan kita dahulu, bahkan tiga sahabatku. Kita sempat bertengkar dan tidak saling sapa pada saat itu, bahkan untuk saling tatap pun seolah sangat berat, walaupun kita masih sering pergi-pergi berlima. Sampai akhirnya aku keluar dari sekolah dan berpindah ke Jakarta, begitu juga tiga temanku Erik, Nanda, dan Hamdan yang memilih untuk bekerja. Saat itu aku memang masih berkomunikasi baik dengan teman-temanku yang lain, namun tidak dengan Syaiful. Aku tidak pernah menanyakan mengenainya, mungkin dia juga begitu.

Saat aku sedang bermain telepon genggam, tiba-tiba ada pesan masuk, itu adalah Syaiful. Dia menanyakan kabar dan bagaiamana kehidupanku sekarang. Sedikit kaget memang, jujur saja aku juga rindu dengannya untuk saling sapa seperti dulu. Dari situ kita terus berkomunikasi baik bahkan sampai sekarang. Sifatnya sudah jauh berubah, tidak lagi seperti dulu. Walaupun masih ada sikap yang belum berubah pada dirinya, namun ia lebih baik lagi dibanding Syaiful yang dulu. Sekarang dia menjadi orang yang selalu menunggu kapan aku pulang dan menjadi orang yang selalu ada saat aku butuh pertolongan. Kira-kira begitu cerita mengenai Syaiful. Kembali ke bukber.

Melihat perkataan temanku Syaiful, aku sedikit ragu perkataannya tidak disetujui oleh teman-temanku yang lainnya. Sebab jika diundur sampai aku pulang, lantas bagaimana dengan yang lain, bisa saja justru kebanyakan dari mereka jadi tidak bisa hadir karena waktu yang diundur. Aku pun menyuruh untuk tetap mengadakan bukber pada waktu yang sudah ditentukan, jika memang tidak bisa tahun ini, masih ada tahun-tahun berikutnya. Namun, teman-temanku turut bersua dan setuju dengan perkaatan Syaiful untuk menunggu aku pulang. Satu hal yang membuatku terharu dan senang yaitu saat temanku Aji mengirim voice note dengan mengatakan “Bro, kamu masih bagian dari kita walaupun cuma satu tahun. Kalau kamu nggak ikut ya kita juga gak ikut. Alasanmu kan juga masih ada kesibukan di sana, tenang aja kami tunggu.”

Akhirnya, setelah aku mendapatkan kepastian kapan akan pulang, aku memberitahukan mereka bahwa tiga hari sebelum lebaran aku sudah berada di rumah. Aku juga sudah meminta ijin ke mama dan nenek untuk mengadakan bukber di rumah. Mereka menyetujuinya dan juga siap membantu menyiapkan makanan untuk kawan-kawanku. Karena kebetulan juga pada saat itu keluarga besar nenekku akan mengadakan buka bersama, jadi bisa sekalian masaknya.

Akhirnya pada Rabu 13 Juni 2018, buka bersama bersama kawan-kawan SMP terwujud. Mereka semua datang ke rumahku. Sembari menunggu buka puasa tiba, kita mengobrol dan bercanda ria sambil sesekali bernostalgia pada saat-saat dulu di SMP. Namun ada sedikit pilu yang menggores hati kita semua, terdengar kabar bahwa wali kelas kebanggan kita dulu, bapak Satiran telah meninggal dunia.

Setelah cukup lama mengobrol, tidak terasa suara azan sudah terdengar. Setelah meneguk air putih, kita semua langsung menikmati makanan lalu melaksanakan salat magrib bersama. Akhir perjumpaan tidak kami sia-siakan begitu saja. Kita mengabadikan momen pertemuan kita ini dengan foto bersama.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senjata Makan Tuan

Suatu hari, ada seorang anak SD bertanya kepada ayahnya mengenai apa itu politik. “Pak, politik itu apa sih?” Tanya Tono kepada bapaknya. “Duh Nak, pertanyaanmu terlalu berat untuk anak seusiamu,” Jawab bapakTono. “Tapi Tono pengen tau Pak.” Tanya Tono kembali. “Yaudah begini saja, bapak coba jelaskan sedikit dengan bahasa yang mudah dimengerti” Jawab si bapak sambil mengusap-mengusap rambut Tono “Nah, gitu dong Pak” Tutur Tono sambil tersenyum. “Bapak kan kepala keluarga yang tugasnya mencari nafkah, dimisalkan bapak ini kapitalisme. Kalo ibumu itu mengatur keuangan untuk keluarga, diibaratkan ibumu itu pemerintah. Kapitalisme dan pemerintah, jadi bapak dan ibumu tugasnya memenuhi kebutuhanmu sebagai anak, dan bapak mengibaratkan kamu ini rakyat. Nah, bi Inem pembantu kita, bapak umpamakan sebagai buruh dan adikmu yang masih kecil itu bapak anggap masa depan. Jadi kalo diibaratkan politik itu seperti itu. Sekarang coba kamu pikirkan sendiri, coba hubungkan dengan kehidupan

Bapak Republik yang Dilupakan

Diburu oleh polisi rahasia di dua benua dan 11 negara, menguasai delapan bahasa (Indonesia, Minang, Belanda, Rusia, Jerman, Inggris, Mandarin, dan Tagalog), memiliki 23 nama samaran, 13 kali di penjara, memiliki lima jenis pekerjaan, 20 tahun di dalam pelarian. Lantas, siapakah dia? Dalam pelajaran sejarah sejak SD sampai SMA, kita mengenal nama-nama seperti Sukarno, Bung Hatta, H. Agus Salim, dan tokoh lainnya. Namun, ada satu nama yang lupa disebutkan dalam pelajaran sejarah kita ini. Sosok revolusioner, seorang penggagas pertama kata Republik Indonesia yang berasal dari Padang. Gigih menentang penjajah cintanya pada negeri tak terbantah, berpikiran visioner dan revolusioner. Namun sayang, karena alasan ideologi namanya tenggelam. Dia adalah Tan Malaka yang bernama asli Sutan Ibrahim, lahir tanggal 2 Juni 1897 di Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Putra dari Rasad Caniago dan Sinah Simabur, dia mendapat gelar semi bangsawan dari ibunya, menjadi Sutan Ibrahim Datuk Tan Ma

Perang Sonderbund, Perang Saudara Di Tanah Netral

Sebagian besar orang awam menganggap kalau Swiss adalah negara netral dan tidak pernah terlibat perang. Namun faktanya negara senetral dan sedamai Swiss juga tak luput dari peperangan. Sejarah itu terjadi pada tahun 1847. Swiss mengalami perang saudara yang dinamakan Perang Sonderbund atau Sonderbundkrieg. Konflik ini terjadi antara pihak pemerintah protestan yang pro-reformasi dan kelompok Sonderbund katolik konservatif. Latar belakang dari perang ini dapat ditelusuri ditahun 1840an ketika kelompok partai liberal Swiss (yang terdiri dari perwakilan canton protestan) mendominasi di dewan legislatif nasional atau Tagzatsung.Salah satu dari ambisi kelompok ini adalah menekan kekuasaan gereja katolik, kelompok ini juga membuat konstitusi baru yg berniat menyatukan semua negara bagian atau biasa disebut canton . Namun tidak semua canton menerima konstitusi ini, beberapa canton yang penduduknya mayoritas beragama katolik menolak reformasi ini dan canton Lucerne, Fribourg, Uri,